Oleh: Drs. H. Priyono, M.Si. Ketua Ta’mir Masjid Al-Ikhlas Sumberejo, Klaten Selatan;
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari, no. 5885)
Berita tentang LGBT seolah tak ada habisnya di negeri ini. Selalu muncul silih berganti, mulai dari kasus perkawinan sesama jenis, prostitusi, hingga pembahasan RUU KUHP di DPR. Kali ini muncul kabar bahwa belasan pria transgender yang bekerja di lima salon kecantikan dibawa paksa ke kantor Kepolisian Resor Aceh Utara. Di kantor polisi, para wanita tapi pria alias waria ini pun seluruh rambut mereka yang kebanyakan menyerupai wanita digunduli oleh polisi. Penangkapan waria ini dilakukan personel Polres Aceh Utara bersama Wilayatul Hisbah (polisi Syariah) Aceh Utara pada Sabtu (27/1) malam.
Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Sangaji dengan tegas berujar, “Populasi banci ini terus bertambah, yang berarti selama ini kita membiarkan saudara-saudara kita tambah rusak. Ini ancaman yang lebih jahat dari teroris. Jadi mohon maaf apabila yang berhubungan dengan banci saya sikat,”
Penangkapan 12 waria di Aceh Utara tersebut mendapat sorotan dari Amnesty International dan para pegiat hak-hak LGBT yang mengkritik cara penangkapan yang dilakukan polisi. Pangkal masalahnya, rambut para waria ini terlebih dulu dipotong sebelum dibina. Ketua MPR Zulkifli Hasan pun ikut angkat bicara soal penangkapan belasan waria di Aceh Utara tersebut. Zulkifli menilai tindakan tersebut tak menghormati hak-hak kemanusiaan.
Terlepas dari polemik tersebut, waria jelas termasuk bagian dari LGBT yang dilarang dalam hukum Islam. Waria (wanita–pria) atau wadam (hawa–adam) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai pria yang bersifat dan bertingkah laku seperti wanita. Sedangkan untuk istilah jaman now, Waria termasuk dalam kategori Transgender secara psikologis. Transgender adalah individu yang memiliki gangguan psikologis karena merasa terjebak di tubuh yang salah. Cara berpikir yang dialami oleh para transgender psikologis ini bertentangan dengan kondisi tubuh yang mereka miliki. Jika transgender ini melakukan operasi kelamin maka disebut transeksual.
Sedangkan dalam fiqh, Waria dikenal dengan istilah Al-Mukhonats. Mukhannats ada dua macam: Pertama, jika perilakunya bukan dibuat-buat (istilah jawanya: gawan bayi), cara bicaranya dan gayanya juga tidak dibuat-buat menyeruapai wanita, maka ini tidak tercela dan tidak diberi hukuman. Ia mendapatkan uzur karena ia tidak sengaja berperilaku menyerupai lawan jenis; Kedua, jika perilakunya sengaja meniru lawan jenis dari sisi gerakan, cara bicara, dan cara berpakaian maka merekalah yang dalam hadits mendapat laknat dari Allah SWT.
Hukum keduanya berbeda. Jenis yang pertama tidak mendapat dosa dan hukuman karena ini adalah sesuatu yang merupakan kodratnya dari lahir. Namun demikian, wajib baginya untuk berusaha merubahnya bagaimanapun caranya, walaupun secara bertahap. Maka apabila dia tidak berusaha merubahnya bahkan senang dengan perilaku tersebut maka dia berdosa. Sedangkan jenis yang kedua, yang mengeinginkan dan dia berusaha untuk menyerupai lawan jenis, misalnya dengan memakai pakaian wanita, berhias dengan hiasan wanita maka dia mendapat laknat dan dosa.
Ancaman dan celaan bagi waria dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam: Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma beliau berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari no. 5885).
Makna laknat Rasulullah SAW terhadap satu golongan adalah doa beliau agar golongan tersebut ditolak dan dijauhkan dari Rahmat Allah SWT yang mencakup ampunan, hidayah, taufiq, rezeki, kesehatan dan sebagainya. Jadi, tindakan menyerupai lawan jenis yang disengaja bukanlah hal sepele. Tindakan itu dilarang oleh Rosulullah sehingga tergolong dosa besar dan merupakan perbuatan tercela.
Hadits di atas melarang gaya dan pakaian yang menyerupai lawan jenis sebagaimana penampilan para waria yang biasa kita lihat. Tindakan tersebut tidak hanya berpengaruh secara lahiriyah, namun juga merusak kejiwaan/psikologi. Seorang waria memiliki fisik seperti laki-laki, namun jiwanya menyerupai wanita. Pada akhirnya mereka akan sengaja mengubah fisik dengan melakukan operasi kelamin sehingga tergolong dalam kategori transeksual.
Meski demikian gamblang penolakan ajaran Islam terhadap waria dan LGBT pada umumnya, namun hingga kini fenomena waria tersebut di Indonesia justru kian menguat. Kaum waria tersebut tersebut kini makin terang-terangan di tengah masyarakat. Mereka kini bukan lagi hanya sekedar kerumunan, tapi sudah terorganisir dalam barisan yang sangat rapi, bahkan didukung oleh jaringan internasional. Mereka secara sengaja berkampanye untuk mempengaruhi generasi muda kita agar terjerumus menjadi seperti mereka.
Waria bukan masalah yang sepele. Ini akan sangat berbahaya jika dibiarkan menyebar dengan leluasa. Jika fenomena waria (dan LGBT) ini menjadi lumrah maka azab Allah yang menimpa kaun Nabi Luth akan juga mengancam kita. Karenanya seluruh umat harus bersatu dan waspada terhadap perilaku menyimpang ini. Agar jangan sampai rahmat Allah menjauh dari bangsa Indonesia tercinta.