Ramadhan Spesial 1442 H (bagian 2 habis)

Puasa Ramadhan 1442 H serasa spesial dan spasial, kenapa? karena ramadhan tahun ini berada dalam suasana mencekam akibat covid-19 yang belum kunjung reda. India mencetak record lebih dari 200.000 kasus baru dalam satu hari yang menyebabkan fasilitas kesehatan pemerintah kolaps serta kehabisan stock obat-obatan dan oksigen. Di banyak negara masih dicekam ketakutan karena kondisi pandemi belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda, bahkan di Jakarta yang sebelumnya kasus Covid-19 sempat melandai tetapi akhir ini naik lagi dan kenaikan yang signifikan terjadi di awal tahun 2021 yang menurut Satgas Pemulihan covid-19 hal ini disebabkan karena pengaruh libur panjang natal dan tahun baru. Ketika masyarakat memanfaatkan momen ini unutk bepergian ke luar kota, maka dari proses mobilisasi ini akan menimbulkan interaksi sosial sehingga protokol kesehatan cenderung terabaikan dan hasilnya kasus covid meningkat di atas angka 40%. Ini adalah sebuah fakta yang patut dijadikan pengalaman dimana setiap ada kesempatan libur panjang selalu saja ada peningkatan kasus positif covid-19.

Pada suatu ketika Presiden Jokowi pernah menyampaikan tentang pengalaman melonjaknya angka positif covid-19 akibat momen libur panjang dalam setahun terakhir dan langkah antisipasi menyambut libur Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriyah “Pengalaman sebelumnya 4 kali libur, kenaikan kasus positif lebih dari 40 persen,” ujarnya dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi sejumlah media massa di Istana Merdeka, Rabu (17/2/2021), sebagaimana dilansir media di laman: https://kabar24.bisnis.com/read/20210217/15/1357561/kasus-covid-19-naik-pascaliburan-jokowi-kalau-terulang-lagi-kebangetan.

Berdasarkan pengalaman ini, maka pemerintah melalui Satuan Tugas Pemulihan covid-19 telah mengeluarkan Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan COVID-19  No. 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah selama 6 – 17 Mei 2021.

Melalui surat edaran yang ditandatangani oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana/Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Dr. (H.C) Doni Monardo tertanggal 07 April 2021 ini, pemerintah tegas melarang masyarakat melakukan kegiatan mudik lebaran tahun ini demi melindungi masyarakat dari penularan virus COVID-19, kecuali untuk kasus-kasus darurat dan pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan.

Larangan ini diberlakukan untuk moda transportasi darat, laut dan udara dan akan diberikan sangsi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut sebagaimana telah penulis uraikan pada artikel ini di bagian pertama. Menyangkut pelonjakan kasus covid-19, update berita yang baru saja kami terima, beberapa kecamatan di lingkungan Karesidenan Surakarta juga mengalami kenaikan per hari 84 orang terinfeksi.

Sementara di Aceh secara keseluruhan update terakhir tanggal 18 April 2021 di https://covid19.acehprov.go.id/ terjadi peningkatan 35 kasus terkonfirmasi baik simptomatis atau asimptomatis. Bisa dibilang spasial karena terjadi pembatasan mobilitas penduduk antar wilayah agar mengurangi atau bahkan stop penyebaran virus secara merata.

Nampaknya teori mobilitas penduduk yang berkembang mulai dari teorinya Lee, Ravenstein dan teorinya Mantra sangat relevan untuk jelaskan penyebaran spasial virus yang satu ini.
Dalam kontek kajian mobilitas, benar apa yang menjadi temuan Mantra dalam disertasinya yang berjudul mobilitas penduduk pada masyarakat padi sawah, kasus di dua pedukuhan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada masyarakat dengan kultur yang sama baik kultur pertanian, adat istiadat, dll akan memiliki kebiasaan yang sama bahwa orientasi mobilitas suku Jawa terutama, tidak semata untuk tujuan ekonomi tetapi juga yang lebih akut adalah untuk tujuan silaturahmi sebagai bagian dari ajaran agama maupun kultur, yang hingga kini masih lestari. Kuatnya persaudaraan diantara mereka maka seakan pulang dengan rotasi tahunan seakan menjadi wajib.

Jadi ketika terjadi wabah saat ini maka merekapun tetap akan pulang dengan mengambil waktu yang lebih awal. Arus mudik , kini sudah melalui terasa memadati jalan pantura sebagai bentuk ikatan persaudaraan yang kuat dengan keluarga besarnya, handai taulan dan tanah kelahirannya. Keinginan untuk pulang tidak bisa dibendung lagi sebagai ekspresi untuk menujukkan ketaatan dan keberhasilan.

Dalam kontek Ramadhan sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan silaturahmi, banyak kebiasaan saat Ramadhan hilang tak tersa aromanya, misalnya saja rapat rutin takmir masjid, pengajian bulanan masjid, pengajian nuzulul quran , tarling dari masjid ke masjid, bahkan hingga sholat Idul fitri pun kemungkinan besar tidak diadakan. Dan mengingat dampak covid-19 terhadap ekonomi masyarakat terutama mereka yang tidak punya penghasilan tetap, sangat signifikan maka ibadah mengeluarkan shodakah dan infak saat Ramadhan, kemungkinan akan menurun drastis karena untuk makan sehari hari saja sangat sulit.

Dibalik pandemic, Justru pada ramadhan yang istimewa tahun ini memberi kesempatan luas bagi setiap muslim untuk semakin fokus beribadah dengan memperbanyak tadarus Al-Quran, melaksanakan Shalat Tarawih dan memperdalam kajian keislaman dalam rangka mempererat hubungan kita dengan Allah (hablum minallah). Maka sepatutnya bagi setiap mukmin menyambut dan mengisi bulan Ramadhan dengan mengharmatinya dan memuliakannya serta memelihara diri dari perbuatan mungkar dan menyibukkan diri dengan beramal shaleh, taat melaksanakan shalat rawatib dan tarawih (termasuk mengqaha shalat fardhu yang telah luput), tasbih, zikir, bersedekah dan infak.

Sangat merugi bagi kita yang menyia-nyiakan kesempatan emas ini, karena dalam bulan Ramadhan terakumulasi berbagai kebaikan di dalamnya. Rasulullah SAW bersabda Andaikata umatku tau pasti tentang sesuatu yang tersembunyi dalam bulan ramadhan, pasti mereka mengharap seluruh bulan dalam setahun menjadi bulan Ramadhan. Sebab ia menghimpun segala kebaikan, segala taat (ibadah) diterimakan, segala doa di ijabahkan, segala perbuatan dosa dimpuni dan syurga merindukan mereka. (HR. Ibnu Abbas).

Sesuatu yang tak ternilai harganya dan menjadi dambaan seluruh manusia kelak di alam barzakh maupun di alam akhirat, juga Allah SWT sematkan dalam bulan Ramadhan. Firman Allah kepada Nabi Musa yang artinya Sungguh, Aku telah memberikan dua nur kepada Umat Muhammad, supaya mereka tidak terancam dua kegelapan. Lalu Nabi Musa bertanya: Apa yang dimaksud dengan dua nur tersebut, ya Allah? JawabNya: yaitu nur Ramadhan dan nur Al-Quran. Kemudian Musa bertanya lagi: Apa yang dimaksud dua kegelapan ya Allah? JawabNya: Itulah kegelapan di alam kubur dan kegelapan di hari Kiamat. (Durratul Waidhin). Jadi Ramadhan tahun ini, dimana masih dalam suasana covid-19, Allah memberikan kepada kita peluang yang sangat besar untuk menjadi hambaNya yang bertaqwa.

Sebagai perbandingan, coba ingat-ingat ramadhan di masa bukan pandemi. Kita biasa disibukkan dengan kegiatan dan aktifitas di luar rumah seperti bekerja, berbelanja, ataupun bepergian ke mana-mana sehingga seringkali menyita banyak waktu ramadhan kita. Kesibukan di luar rumah itu pula sering membuat kita lupa dan meniggalkan amalan-amalan sholeh di bulan ramadhan. Bukankah itu sangat disayangkan karena kita telah melewatkan detik-detik yang sangat berharga dari bulan ramadhan dimana pahala dilipatgandakan itu, sebagaimana terdapat dalam sebuah Hadits Qudsi, Rasulullah SAW bersabda yang artinya Setiapamal kebaikan yang dilakukan manusia, pahalanya berlipat ganda mulai 10 hingga 700x, kecuali puasa. Sebab ia bagiKu dan Aku pulalah yang berhak membalas dengannya.

Selain itu, kondisi seperti ini justru memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk menjaga kualitas puasa kita. Sebab, ada banyak hal dapat mengurangi kualitas atau pahala puasa seperti ghibah, namimah, berkata berdusta, menatap lawan jenis dengan syahwat, sumpah palsu, berkata laghwu, rafats atau sia-sia, menfitnah, riya, berbuka puasa dengan sesuatu yang haram, melaknat atau mendoakan orang yang tidak baik dan mencaci-maki, menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang haram yang kesemua itu lebih mungkin kita lakukan ketika bertemua dengan banyak orang lain di luar rumah. Maka dengan tetap berada di dalam rumah logikanya kita akan lebih terjaga dari hal-hal yang mengurangi bahkan menghilangkan pahala puasa kita. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda yang artinya Lima hal yang bisa membatalkan pahala orang berpuasa: membicarakan orang lain (ghibah), mengadu domba (namimah), berbohong, memandang dengan syahwat, dan sumpah palsu (HR Ad-Dailami). Sedangkan yang selain lima hal yang tersebut dalam hadits tersebut di atas adalah turunan dari 5 hal yang membatalkan pahala puasa.

Maka orang berpuasa ramadhan spesial tahun ini mestinya ibadah, kebaikan, amal-amal shalihnya, jauh lebih meningkat, sebab ia tidak terganggu konsentrasinya dengan aktivitas lain di luar rumah, kecuali ibadahanya semata. Mari sambut ramadhan tahun ini dengan tetap semangat menjalankan ibadah puasa, mengerjakan amal sholeh, bershalawat kepada Rasulullah sebanyak-banyaknya, berbuat baik kepada kedua orang tua kita (birul walidaini), memohon rahmat dan ampunan Allah SWT sehingga kita tidak menjadi umat yang merugi, sebagimana tersurat dalam HR Abu Huraira ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya ”Celakalah orang yang tidak bershalawat kepadaku tatkala namaku diucapkan orang lain disisinya. Dan celakalah orang ayng menyia-nyiakan peluang emas, berbakti memenuhii hak kedua orang tua penyebab masuk syurga, padahala bapak-ibu atau salah satu dari mereka masih hidup di sisinya, namun ia tidak melakukannya. Dan celakalah orang yang tidak mau memohon rahmat dan ampunan Allah selama bulan Ramadhan padaha ia berkesempatan hidup sejak awal hingga akhir Ramadhan. Maka tertipulah ia. Terakhir, fokuskan diri kita untuk meraih derajad takwa sebagaimana janji Allah di akhir ayat 183, QS Al-Baqarah …agar kamu bertakwa”. Sambil terus bermohon kepada Alloh SWT di bulan mubarak ini agar wabah ini segera berlalu, karena doa di bulan ini adalah mustajabah. Aamiin. (*)

 

Penulis:

1. Drs. H. Priyono, M.Si. (Wakil Dekan I Fakultas Geografi UMS)

2. Haitami, S.Pd ( SMAN 3 Putra Bangsa Lhoksukon, Aceh Utara, Aceh)