Pandemi dan Ujian Pembentukan Karakter Peserta Didik

Oleh:

  1. Dra. Tri Sunarsih (Guru Geografi MA Pembangunan UIN Jakarta)
  2. Drs. H. Priyono, M.Si (Dosen dan Wakil Dekan Fakultas Geografi UMS)

Covid-19 telah berulang tahun yang pertama dan telah memasuki hampir lebaran kedua, belum menunjukkan tanda-tanda akan sirna, bahkan di beberapa daerah di Indonesia masih mengalami lonjakan kasus terinfeksi dan beberapa negara seperti India masih kondisi mencekam. Ini artinya kita harus tetap waspada dengan melaksanakan protokol kesehatan secara ketat atas kesadaran individu, lebih-lebih di masa rawan menginjak Lebaran 1442 H tiba, yang sarat dengan kerumunan masa..

Berdasarkan historisnya, pandemi Covid -19 (Corona Virus Diseasses 19) yang disebabkan virus disinyalir mulai merebak pada bulan Desember 2019 di Kota Wuhan, suatu wilayah di Tiongkok tepatnya di provinsi Hubei. Virus ini menjadi fenomenal di dunia karena kegesitannya menyebar ke seluruh dunia dan masuk ke pelosok-pelosok serta sudut-sudut bumi, menjadi momok yang sangat menakutkan bagi dunia Internasional bahkan menjadi pandemi global yang memengaruhi keseimbangan roda kehidupan manusia dengan segala tatanannya.

Sejak Covid 19 ini mendunia tak terkecuali sampai juga ke Indonesia, disinyalir terdeteksi pada tanggal 02 Maret 2020, pemerintah mulai menerapkan beberapa aturan sebagaimana negara-negara yang terkena pandemi ini, mulai diterapkannya karantina wilayah atau lockdown dengan tujuan untuk mengurangi risiko penularan, karantina mandiri selama 14 hari bagi yang baru datang dari suatu wilayah. Peraturan-peraturan mulai dibuat untuk membatasi aktivitas dan mobilitas masyarakat dan memutus tali penyebarannya. Kebijakan-kebijakan yang dibuat ini memaksa warga untuk tidak berkumpul, untuk tetap tinggal di rumah, melakukan aktivitas sekolah, kantor dan sebagainya dari rumah, menjaga protokol kesehatan jika keluar rumah dengan memakai masker, mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizier jika akan bersinggungan dengan yang lain atau setelah berinteraksi dengan orang lain.

Pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat ini juga diikuti dengan pengurangan sarana pendukung lainnya, di antaranya dengan dibatasinya operasional transportasi baik transportasi darat (armada bus antar kota maupun antar provinsi, dan kereta api), tranportasi udara (pesawat udara) dan transportasi laut (kapal laut, ferry), menutup sarana-sarana fasilitas umum, seperti supermarket, fasilitas hiburan, mal, obyek-obyek wisata, dan pembatasan pelayanan publik lainnya. Pembatasan sarana dan prasarana publik tidak berlaku bagi beberapa fasilitas publik yang bersifat industri jasa. Pelayanan rumah sakit, sarana pendukung rumah sakit (apotek), perbankan, instansi pemerintah, SPBU, pasar, dan lain-lain tetap dibuka untuk memberikan pelayanan pada masyarakat di bidang kesehatan dan pemenuhan dasar kebutuhan hidup manusia (sembako) dengan tetap mengikuti protokol kesehatan yang ketat.

Pandemi covid 19 memiliki dampak nyata. Hal ini terlihat dalam bidang ekonomi, sosial, pariwisata dan pendidikan. Perkembangan penyebaran Covid 19 di Indonesia bisa dikatakan sangat cepat terutama di kota-kota besar, seperti Jakarta, dan Surabaya serta beberapa wilayah kota lainnya, seperti Bogor, Bandung, Malang. Pemerintah daerah pun dengan tanggap membuat aturan-aturan protokol kesehatan bagi warganya.

Pelaksanaan pendidikan di masa Covid 19 ini mengalami beberapa perubahan, di antaranya dengan diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dilakukan secara dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring). Pada masa pandemi ini guru dituntut dan harus menguasai teknologi informasi. Dalam Pembelajaran Daring dan Luring guru harus mengimplementasikan teknologi informasi dengan menyajikan pembelajaran yang menarik, kreatif, dan inovatif dengan tetap mengaju pada pembentukan karakter peserta didiknya.

Dengan implementasi teknologi informasi dan mengekspor informasi tersebut pada peserta didik maka siswa akan tetap mendapatkan pengetahuan dan skill /keterampilan dan pembentukan karakter (character buliding) sehingga proses pembelajaran tetap berlangsung untuk terwujudnya tujuan pendidikan yang diamanahkan dalam UUD 1945 Pasal 31.

Hamid dan Saebani (2013), mengatakan bahwa secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang tujuannya mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara dan menjalankan yang baik dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.

Aspek -aspek pendidikan karakter menurut Hamid dan Saebani (2013) terdiri atas sembilan pilar yang saling terkait, yaitu:

1)         Tanggung jawab (responsibility), artinya mampu menghadapi risiko dari perbuatan yang sudah dilakukan;

2)         Rasa hormat (respect), bersikap sopan, etis, dan menghargai orang lain secara proporsional;

3)         Keadilan (fairness), meletakkan segala sesuatu sesuai porsinya, hidup tertib dan disiplin, tidak berpihak karena menguntungkan diri sendiri, dan menaati hukum tanpa pamrih dengan penuh kesadaran dan keihklasan;

4)         Keberanian (courange), berani menegakkan kebenaran atas nama kebenaran;

5)         Kejujuran (honesty), menjauhkan diri dari sikap tidak jujur;

6)         Kewarganegaraan (citizenship), menjalani kehidupan sebagai mahkluk sosial yang baik, menaati aturan hukum yang berlaku;

7)         Disiplin diri (self-discipline), menjalani hidup secara teratur, terencana, serta bertidak dengan kehati-hatian;

8)         Peduli (caring), memiliki rasa empati pada orang lain dan memiliki kemampuan untuk meringankan bebannya;

9)         Ketekunan (perseverance), yaitu memerhatikan dan , mengambil pelajaran dari sisi positif dari semua pengalaman hidup, meningkatkan pemahaman kognitif terhadap semua pelajaran baik dari sekolah maupun lingkungan masyarakat.

Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi secara otodidak, maka dapat dikatakan bahwa ada 2 pilar pendidikan, yaitu: orang tua, dan lembaga pendidikan. Kedua ensitas ini memiliki peranan dalam pendidikan sesuai dengan kapasitas masing-masing. Orang tua berperan dalam lingkungan keluarga sedangkan lembaga pendidikan berperan dalam pendidikan formal di luar rumah. Rumah merupakan tempat awal dimulainya pendidikan bagi anak.

Orang tua adalah madrasah pertama bagi anak, di mana mereka diperdengarkan adzan untuk pertama kali oleh orang tuanya (baca: Bapak) untuk mengenal dan mendekatkan diri pada Sang Khaliq, memperkenalkan kebesaran-NYA atas semesta alam dengan segala isi dan interaksinya serta kompleksitasnya. Lembaga pendidikan juga merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan untuk mengubah tingkah laku individu ke arah lebih baik melalui interaksi sosial dengan lingkungan sekitarnya, menjadikan seseorang lebih dewasa dan memperoleh kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Peranan orang tua sangat dibutuhkan, dimana pada saat kondisi normal peranan pendidikan lebih banyak diambil alih oleh lembaga pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal. Orang tua dan lembaga pendidikan ini melakukan tiga fungsi sekaligus, yaitu sebagai pengajar, pelaku dan pengawas pelaksanaan pendidikan yang dapat menjadi ujung tombang dalam tercapainya pendidikan.

Banyaknya lembaga atau instansi pemerintah maupun swasta yang memberlakukan Work From Home (WFH) bagi pegawai atau karyawannya berdampak pula terhadap ritme dan pola pendidikan dalam keluarga. Pada masa pandemi ini orang tua dapat mengikuti perkembangan pendidikan putra putrinya secara langsung ditengah kesibukannya mengerjakan tugas-tugas kantor maupun tugas rutin rumah tangga. Adanya keluasan waktu bersama keluarga, meningkatnya kualitas pertemuan keluarga ( quality time) diharapkan juga mampu meningkatkan prestasi putra putrinya , terbentuknya karakter diri yang kuat dalam balutan kehangatan keluarga yang kondusif dalam proses pembelajaran mandiri , dalam hadist Nabi dinyatakan :

tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik “ (HR.Al Hakim ).

Telah terjadi pergeseran paradigma dalam mendidik anak. Orang tua/wali siswa harus mempunyai pola pikir bahwa peran dalam mendidik anak tidak sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, sebagaimana dalam Hadist Nabi dinyatakan:

“setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kemudian kedua orangtuanya-lah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagimana binatang ternak yang melahirkan binatanternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?” (HR. Bukhari)

Berdasarkan pada hadist tersebut, maka jelaslah bahwa orang tua memiliki andil dan peranan yang sangat besar dalam proses pendidikan putra putrinya. Lembaga pendidikan nantinya akan mewarnai dan memolesnya untuk terwujudnya pribadi-pribadi yang berkarakter dan religius dalam ibadahnya yang akan dipertanggungjawakan masing-masing individu pada Sang Khaliq-NYA di akhir zaman kelak . Maka di masa pandemi ini yang kita belum tahu kapan akan berakhir, peran orang tua sebagai salah pilar pendidikan tidak bisa diabaikan jika kita tidak ingin kehilangan karakter anak didik. Di snilah titik krusial yang harus dicermati oleh pendidik rumah tangga atau orang tua. (*)

 

*Artikel ini juga pernah dimuat pada laman: http://beritadisdik.com/news/kaji/pandemi-dan-ujian-pembentukan-karakter-peserta-didik