212 Mart dan Geliat Dakwah Ekonomi

Drs. H. Priyono, M.Si. (Ketua Ta’mir Masjid Al-Ikhlas Sumberejo, Klaten Selatan; Wakil Dekan I Fakultas Geografi UMS)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al Hujurat:15)

Alhamdulillah, pada Ahad, 11 Februari 2018 yang lalu, di kawasan Solo Raya bertambah lagi satu minimarket milik ummat, yakni 212 Mart Colomadu yang terletak di dekat lapangan Baturan Colomadu, di sebelah utara Perumahan Fajar Indah. Minimarket ini merupakan salah satu wujud semangat membangun ekonomi umat Islam yang akhir-akhir ini menggelora di dada ummat Islam.

Hal ini tidak terlepas dari terjadinya Aksi Bela Islam 212. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak saat itu umat Islam seolah-olah terbangun dari tidur panjangnya. Semangat persatuan umat Islam begitu membuncah di berbagai bidang, salah satunya dalam bidang ekonomi. Semangat persatuan dalam bidang ekonomi tersebut akhirnya melahirkan Koperasi Syariah 212 yang diresmikan pada Jumat, 6 Januari 2017 di Bogor.

Umat Islam mulai menyadari kenyataan yang saat ini terjadi dimana umat Islam yang mayoritas di negeri ini tidak berdaya di bidang ekonomi. Padahal masalah ekonomi ini penting sehingga tidak bisa dilepaskan dari kehidupan umat. Bagaimana pun kita rajin beribadah, melakukan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan gigih, tapi kalau ekonomi kita tidak diurus maka umat Islam akan tetap lemah.

Sejarah menunjukkan bahwa umat Islam dapat meraih kejayaan salah satunya karena memiliki perekonomian yang kuat. Di antara kekuatan penunjang dakwah adalah  dukungan dana. Sirah Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa setelah beliau diangkat sebagai Rasul, beliau memberikan seluruh waktunya kepada dakwah Islam, tabungan beliau dan Khadijah yang konglomerat itu yang digunakan untuk biaya dakwah. Selain itu, beberapa sahabat pertama Nabi adalah mereka yang memiliki latar belakang ekonomi yang kuat seperti Abu Bakar As Shiddiq, Utsman bin Affan, dan Abdurrahmaan bin Auf  sehingga mampu membiayai dakwah Islam kala itu.

Di Indonesia sendiri, Islam masuk ke Indonesia bukan menggunakan senjata tapi melalui dakwah ekonomi. Para pedagang dari Arab, Parsi, dan Gujarat datang ke kepulauan Nusantara dengan membawa kain dan peralatan rumah tangga dan membawa rempah-rempah ke negeri asalnya. Sambil berdagang mereka mendakwahkan Islam sehingga dengan jalan perdagangan membuat Islam bisa tersebar luas ke seantero Nusantara.

Semua itu menunjukkan bahwa dakwah Islam sepanjang sejarah tidak bisa lepas dari kegiatan dan kekuatan ekonomi. Al Qur-an telah menyatakan bahwa jihad harus dibangun dengan harta dan jiwa. Firman Allah dalam Surat Al Hujurat ayat 15 yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”

Dalam ayat di atas, Allah SWT mendahulukan penyebutan amwal baru kemudian anfus. Hal ini menunjukkan pentingnya amwal bagi keberlangsungan dakwah. Apalagi disebutkan bi-amwaalikum (dengan harta kamu), ini memberi dasar bahwa perjuangan dakwah harus menggunakan harta milik sendiri sehingga tidak boleh tergantung kepada orang atau pihak lain. Dengan demikian, kemandirian ekonomi ummat menjadi keniscayaan dalam perjuangan dakwah Islam. Maka ummat Islam harus memiliki perekonomian yang kuat untuk menunjang perjuangan di jalan Allah.

Islam merupakan agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong ummatnya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan kemunduran umat Islam sangat erat kaitannya dengan dakwah yang dilakukannya. Kegiatan dakwah Islam meliputi semua aspek kehidupan umat baik sosial, politik, ekonomi, dan yang lainnya. Dengan momentum 212 ini, dakwah di bidang ekonomi yang selama ini terbengkalai bahkan mungkin terlupakan, kini bangkit kembali.

Kini umat mulai bersatu dan bergerak bersama dalam upaya meningkatkan perekonomian dengan berbasis jamaah. Tidak dinyana sebelumnya bahwa ternyata umat Islam sungguh kaya dan bisa bersinergi dengan begitu cepat untuk membuat bisnis-bisnis baru. Misalnya seperti yang sedang booming adalah 212 Mart, KITAMart, Sodaqo Mart, dan banyak lagi yang lainnya. Padahal untuk mendirikan sebuah minimarket dengan tipe C membutuhkan modal awal sekitar Rp 350 juta-Rp 500 juta, namun modal itu dapat terkumpul dalam waktu singkat dan minimarket dapat cepat diresmikan, bahkan ada yang hanya butuh waktu seminggu saja.

Selama ini umat Islam hanya sebagai konsumen saja, hanya menjadi pembeli dan pengguna berbagai barang dan jasa. Hal ini membuat kita terlena sehingga tergantung dengan pihak lain. Uang umat Islam justru terkumpul di dompet orang lain. Ujung-ujungnya kita menjadi tidak memiliki kemandirian di bidang ekonomi.

Maka saatnya kini umat Islam bangkit melakukan ”jihad ekonomi”. Banyak pekerjaan dapat dilakukan baik secara individu maupun berjamaah dalam rangka memperjuangkan dakwah ekonomi ini agar kita memiliki kekuatan ekonomi sehingga tidak tergantung kepada pada pihak lain.

Kini kesadaran umat dalam berjuang bersama membangun ekonomi telah bangkit. Memang kita tidak bisa berkhayal tiba-tiba besok ekonomi umat kuat, tiba-tiba muncul konglomerat muslim. Perjuangan untuk meraih kemandirian ekonomi memang masihlah sangat panjang. Tapi setidaknya, mari gaungkan semangat belanja di toko-toko atau warung milik saudara seiman. Kalaupun jaraknya jauh sedikit tidak apa-apalah, demi memperkuat ekonomi umat Islam.