Drs. H. Priyono, M.Si. (Ketua Ta’mir Masjid Al-Ikhlas Sumberejo, Klaten Selatan; Wakil Dekan I Fakultas Geografi UMS
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali” (Qs. An Nisa : 142).
Viral video jamaah umrah Indonesia membaca Pancasila dan menyanyikan mars Ya Lal Wathan atau Syubbanul Wathan saat menjalankan sai dan tawaf menjadi perhatian serius dari Kerajaan Arab Saudi. Duta Besar Kerajaan Saudi untuk Indonesia Osama bin Mohammed Abdullah as-Shuaibi dalam jamuan makan malam bersama ulama di Kediaman Kedubes Saudi di Jakarta pada Selasa (27/2/2018) menegaskan bahwa siapa pun yang menginjakkan kaki di Tanah Suci harus menjaga adab. Aksi itu berdampak pada tindakan Arab Saudi melayangkan protes pada KBRI Riyadh. Osama menghimbau agar para jamaah fokus ibadah dan menjaga etika. Lebih jauh dari itu, Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, menyatakan aksi tersebut berpotensi menganggu hubungan diplomatik antara Indonesia-Arab Saudi.
Hal ini tentu sangat disayangkan karena kita tahu bahwa Umrah dan Haji termasuk ibadah penting bagi seorang muslim. Hakikat ibadah adalah ketundukan dan kehinaan. Artinya ketika kita sedang beribadah kepada Allah swt, berarti kita sedang tunduk dan menghinakan diri di hadapan Allah swt. Rasullah SAW bersabda, “Hak Allah atas para hambanya adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan demikian maka kita perlu mengetahui hak Allah dan kewajiban yang harus kita tunaikan agar kita akan mendapatkan manfaat dari ibadah yang kita lakukan.
Selanjutnya terdapat 2 syarat utama agar ibadah kita diterima oleh Allah swt. Dua buah syarat ini bukanlah suatu yang dibuat-buat oleh para ulama berdasar akal pikiran, melainkan berlandaskan pada firman Allah swt dalam surat Al Kahfi ayat 110 yang artinya: “Sesunggunya sesembahan kalian adalah sesembahan yang esa, barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya maka hendaklah ia beramal ibadah dengan amalan yang sholeh dan tidak menyekutukan Robbnya dalam amal ibadahnya dengan suatu apapun”.
Ayat di atas menyebutkan “hendaklah ia beramal ibadah dengan amalan yang sholeh” maksudnya adalah mengikuti petunjuk Nabi saw sedangkan maksud dari “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” adalah selalu mengharap Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah yang menjadi dalil diterimanya ibadah, yaitu: (1) mengikuti petunjuk Rasulullah saw dan (2) ikhlas karena Allah.
Selain kedua syarat di atas, ibadah akan menjadi lebih sempurna amalannya jika dilakukan sesuai dengan adab dan tata cara yang baik sesuai tuntunan. Haji dan Umroh termasuk ibadah mahdhah yaitu ibadah yang tata cara pelaksanaannya sudah dituntunkan oleh Rosulullah Muhammad SAW, seperti juga halnya dengan shalat dan puasa. Ibadah mahdhah berbeda dengan ibadah ghairu mahdah yang tidak ada tata cara bakunya. Sa’i termasuk salah satu sarat sah dalam umrah dan haji yang tata caranya telah dicontohkan oleh Rosulullah. Esensi sa’i adalah untuk banyak berzikir/mengingat Allah SWT. Sa’i mengingatkan pada perjuangan dan perjalanan Siti Hajar ketika mencari air untuk anaknya. Saat itu Siti Hajar benar-benar berserah diri secara total kepada Allah dan terus berzikir dan berdoa kepada Allah.
Namun demikian, di saat sedang thawaf atau sa’i wajib, banyak dijumpai jamaah haji atau umrah yang terlihat berfoto selfi, asyik chating menggunakan hp, ngobrol lewat telepon, bahkan kali ini sampai-sampai ada yang mengikrarkan pancasila dan menyanyikan lagu sebagaimana video yang viral belakangan ini. Padahal kedudukan thawaf dan sa’i tersebut sama dengan kedudukan shalat, yaitu sedang dalam prosesi beribadah kepada Allah swt. Pertanyaannya, bolehkah orang sedang shalat berfoto selfi atau ngobrol sejenak lewat telpon atau menyanyi? Tentu tidak boleh karena setiap ibadah mahdhah harus dilakukan sesuai dengan tuntunan Rosulullah dan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sesempurna mungkin.
Ibadah (umroh, haji, sholat dan yang lainnya) juga merupakan salah satu wujud rasa syukur kita kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada kita. Maka sungguh sangat tidak pantas apabila ungkapan rasa syukur itu dilakukan dengan senda gurau dan main-main yang cenderung kepada kelalaian. Allah SWT berfirman dalam surat Al Ma’un ayat 4-5 yang artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (Qs.). Allah swt juga berfirman dalam surat An Nisa ayat 142 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”.
Rasulullah saw bersabda: “Demikian itulah shalat orang munafik. Ia duduk mengamati matahari sehingga pada saat matahari berada di antara dua tanduk syaitan (terlihat di antara dua celah bukit), maka (barulah) ia bangkit melaksanakan shalat Ashar lalu mematuk-matuk empat rakaat. Ia tidak mengingat Allah dalam (shalat)nya kecuali sedikit.” (HR Muslim).
Mari pernbaiki keseriusan dan adab kita saat beribadah kepada Allah swt. Jangan sampai ibadah kita yang tadinya berharap mendatangkan keberkahan, kemudahan, rahmat, ampunan, dan ridho dari Allah swt, justru berdampak buruk di kemudian hari karena adab dalam beribadah yang tidak kita perhatikan. Hal ini agar ibadah kita diterima di sisi Allah sebagai amal sholeh, bukan amal yang salah.
Sumber: Harian Jawa pos Radar Solo