Oleh: Drs. H. Priyono, M.Si.(Ketua Ta’mir Masjid Al-Ikhlas Sumberejo, Klaten Selatan; dan Wakil Dekan I Fakultas Geografi UMS)
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam); umatan wasathan (yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..” (QS Al Baqoroh: 143).
Grand Syekh Al Azhar, Prof. Dr. Syekh Ahmad At Thayyib datang ke Indonesia untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tingi (KTT) Ulama Dunia yang berlangsung di Bogor pada 1-3 Mei 2018. Selain mengikuti KTT, Syekh Ahmad dengan didampingi oleh Rektor Al Azhar Mesir juga telah memberi Kuliah Umum di Universitas Muhammdiyah Surakarta (UMS) pada 2 Mei 2018 lalu. KTT Ulama Dunia di Bogor tersebut diikuti oleh lebih dari 50 ulama dan cendekiawan muslim Indonesia. Dalam KTT tersebut para ulama membahas tentang konsep Wasathiyyah Islam untuk menjadi watak dasar dari kehidupan umat islam baik dalam skala global maupun skala nasional di banyak negara.
Konsep tersebut (ummatan wasathon) ini sangat penting untuk dibahas mengingat selama ini umat islam sering dicitrakan sebagai umat yang melakukan aksi kekerasan, ekstrem, dan dianggap sebagai teroris. Padahal ini merupakan stigma yang jauh dari nyata, namun image tersebut telah terlanjut melekat pada umat Islam secara luas tak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh penujru dunia. Umat Islam menjadi disudutkan sebagai umat yang intoleran, radikal, dan fundamentalis
Padahal stigma tersebut jelas bertentangan dengan esensi konsep ummatan wasathon dalam Islam. Istilah ini terdapat dalam QS Al Baqoroh ayat 143 yang artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam); umatan wasathan (yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..”
Kata wasath berarti tengah, pertengahan, moderat, seimbang antara dua kutub atau dua ekstrim (kanan dan kiri). Ayat di atas menjelaskan bahwa ummatan wasathon adalah umat Islam yang benar-benar mengikuti ajaran Rasulullah SAW, yaitu dengan menjadi umat yang wasathon, dalam artian menjadi umat yang adil dan seimbang dalam berbagai hal, proporsional antara kepentingan material dan spiritual, antara ketuhanan dan kemanusiaan, antara akal dan wahyu, antara realisme dan idealisme, dan antara orientasi dunia dan akhirat. Umatan wasathon adalah umat yang mengambil jalan tengah, tidak kikir dan tidak boros, tidak berlebihan sekaligus tidak berkekurangan karena mengerjakan semuanya secara seimbang, proporsional, dan adil, tidak berat sebelah, sehingga tidak berbuat zalim.
Dengan demikian, umat islam seharusnya menjadi bagian dari solusi dalam berbagai persoalan kehidupan umat manusia. Hal ini karena ummatan wasathon merupakan konsep yang dapat menciptakan keharmonisan dalam kehidupan, karena dapat menyentuh segala aspek yang dihadapi oleh manusia, mengedepankan keadilan, kesetaraan, toleransi, kemanusiaan, pembebasan, pluralisme, sensitifitas gender, serta non diskriminatif.
Umat Islam sebagai ummat wasathon yang berarti umat yang berada di tengah-tengah (wasatiyyah). Ummatan wasathon adalah umat Islam yang moderat, yaitu umat yang tidak ekstrem kanan (jihadis, fundamentalis, dan radikal) dan tidak pula ekstrem kiri (liberal, ultra-liberal). Umat Islam berada di tengah-tengah alias moderat. Oleh karena itu, ummat islam tidak boleh menjadi orang yang merasa paling benar sendiri. Ciri ummatan wasathon adalah umat yang toleran dan dapat hidup berdampingan dengan damai dengan siapapun bahkan dengan yang berbeda agama dan keyakianan sekalipun. Seorang muslim seharusnya selalu bersikap di tengah-tengah, seimbang, adil, dan toleran sehingga umat Islam dapat selalu hidup damai, ramah, toleran, dan menegakkan keadilan.
(Sumber: Jawa Pos Radar Solo)