Menulis Buku Ajar bagi Guru, Hukumnya Wajib, Sunah atau Mubah

Oleh:
1.Drs.Priyono,MSi( Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta sekaligus Fasilitator Workshop online)
2. Agus Prasmono, M.Pd. Guru SMAN 1 Sambit Ponorogo dan peserta workshop online)

 

Ada pembelajaran yang cukup menarik dikala Corona melanda dunia ini. Kegiatan workshop bagi guru Geografi Nusantara yang mengambil tema : Aplikasi tehnologi spasial untuk pembelajaran geografi bagi guru SMA dan Publikasi yang diinisiasi oleh Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan dikemas dalam kuliah online.

Kuliah daring gratis bagi Guru Geografi Se Indonesia (tentunya dengan jumlah terbatas) setidaknya keterwakilan wilayah Propinsi di Indonesia terdapat didalamnya. Dalam daring itu dibahas mulai aplikasi Drone untuk Pembelajaran Geografi (Aditya Saputra,SSi,MSc, Ph.D), PBM Geografi Online (Jumadi,SSi,MSi, Ph.D), Aplikasi Penginderaan Jauh dan system informasi geografis untuk Pembelajaran Geografi (Agus Anggoro Sigit,SSi, M.Sc), Penyusunan Karya Tulis Ilmiah (Dr. Choirul Amin,SSi M.M.) Kajian Geomorfologi Indonesia (Dr. Kuswaji DP, M.Si) dan Menulis di Koran itu mudah ?(Drs. Priyono, M.Si).

Daring yang diadakan UMS itu berlangsung selama sepekan mulai tanggal 16 sd 22 April 2020.
Materi yang disajikan dalam workshop sungguh sangat dibutuhkan guru, terlebih dengan perkembangan tehnologi penginderaan jauh, sistem informasi geografis dan drone, guru dituntut untuk bisa mengikuti dan kebanyakan sarpras di di SMA tidak mendukung dan guru yang produk lama tentu akan mengalami kesulitan karena pada eranya tidak tersentuh dengan tehnologi tersebut meskipun banyak guru senior yang rajin mengikuti perkembangan alat dan tehnologi pembelajaran dan penelitian geografi.

Model pembelajaran online sangat menarik dengan mengkolaborasikan metode wa, schoology dan zoom dan ada yang terkendala jaringan sehingga tidak semua peserta bisa bergabung. Dan yang kreatif lagi adalah ada model diskusi dan tugas di rumah. Materi sangat erat dengan tehnologi kekinian. Hal yang sangat menggembirakan ternyata para peserta yang terdiri dari guru yang senior maupun yunior, yang laki maupun perempuan sangat responsive dan peka serta kritis. Ini adalah kondisi yang sangat didambakan.

Salah satu materi yang cukup menggelitik sehingga penulis langsung mengembangkan dalam artikel ini adalah daring yang dilakukan oleh Dr. Choirul Amin,M.M. dimana dalam kesempatan itu beliau mengadakan jejak pendapat atau semacam riset sederhana tentang tanggapan peserta tentang menulis buku bagi seorang guru itu hukumnya wajib, sunah atau mubah. Ternyata jawaban yang diberikan oleh Guru Geografi cukup beragam, yaitu yang menjawab Sunah 52,2 %, yang menjawab Mubah 20,7 %, yang menjawab Fardu ain 17, 2 % dan sisanya 6,6 % menjawab fardu kifayah, datanya nampak pada diagram di bawah ini.

Riset kecil ini ingin mengetahui motivasi menulis bukua bagi guru. Bila motivasinya tinggi yang tercermin dalam menjawab wajib maka dalam ilmu statistic berarti ada hubungan linier antara motivasi dengan produk buku ajar yang dihasilakan, begitu pula sebaliknya.

Dalam tataran filosofi, motivasi internal semacam ini sangat penting dalam rangka memacu guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran karena dengan menyusun buku ajar, mereka akan menguasai ilmunya dan bisa mengembangkan ilmunya dan ditransfer pada siswa. Maka peran guru dan figurnya akan menentukan keberhasilan pembelajaran.

 

Alasan merekapun sangat beragam. Bagi guru yang mengatakan wajib antara lain karena beranggaapan bahwa dengan menulis siswa akan memahami yg akan disampaikan oleh guru. Buku diibaratkan jalan pemikiran seorang guru untuk memberikan ilmu pada siswa.

Juga ada yang mendasarkan pada Hadis “Sampaikanlah walau satu ayat” dimaknai dengan menyampaikan ilmu (meskipun fakir ilmu) melalui menulis buku, dan mestinya seorang Guru tidak Fakir ilmu (dengan sebutan Profesionalnya). Ada juga yang gak mengatakan wajib karena biar menguasai ilmu yang akan disampaikan.

Juga wajib bisa jadi kalau memang pada saat itu waktunya memang harus dibuat karena adanya hal penting yang wajib disampaikan ke pengguna ilmu demi tersampaikannya tujuan nyata dan yang betul-betul dibutuhkan oleh semua khalayak umum maupun khusus demi untuk membentuk masa depan peserta didik.

Guru yang menentukan pilihan sunah dengan dalih yang beranekaragam mulai dari kemampuan dan minat guru di bidang yang berbeda-beda . Alasan lainnya setuju sunah karena guru harus belajar menulis buku untuk mendapatkan nilai dalam rangka mendapatkan penilaian angka kredit apalagi untuk naik dari IV a ke golongan yang lebih tinggi. Ada juga yang beralasan biar bisa mencari solusi pembelajaran terhadap problem di kelas.

Pendapat membuat bukua ajar tidak wajib karena kalau wajib ada sifat pengharusan dan juga keterpaksaan, kalau dua hal tersebut digabung maka akan muncul hal yang tidak membuahkan hasil dari hati nurani kita dalam menulis buku harus dapat dinalar dan dibuktikan dengan perbuatan nyata dari buah hasil pemikiran. Ada juga yang menjawab sunah karena belum pernah baca kaidah fiqih tentang menulis buku, karena menyampaikan ilmu tidak harus menulis buku lebih dulu.

Demikian juga yang memilih mubah, karena berdalih belum bisa ngatur waktu, karena sebelum menulis harus perlu ide dan itu bisa hadir kalau tidak kelelahan, kalau tempat tugas jauh rasanya sulit dilakukan, ada juga alasan bahwa guru tidak harus menulis karena sudah banyak buku yang ada apalagi buku paket, tidak berani menulis buku paket takut salah konsep dan berjuta alasan yang sebenarnya dengan alasan itu orang lain ternyata bisa mengerjakannya.

Dalam Kebijakan Lama: Kepmenpan nomor: 84/1993 tentang: Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya disebutkan bahwa guru wajib mengikuti PENGEMBANGAN PROFESI yang meliputi lima hal yaitu: Karya Tulis Ilmiah (KTI), Teknologi tepat guna, Karya seni, Pembuatan Alat peraga dan Pengembangan Kurikulum. Semantara dalam aturan baru yaitu Permenpandan Reformasi Birokrasi nomor: Per/16/M.PAN-RB/11/2009 tentang: Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya diganti dengan sebutan PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB) yang meliputi tiga hal yaitu: Pengembangan Diri, Publikasi Ilmiah dan Karya Inovatif.

Sehingga unsur kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) terdiri dari tiga macam kegiatan, yaitu: (1). Pengembangan Diri, meliputi : mengikuti Diklat fungsional dan melaksanakan kegiatan kolektif guru. (2) Publikasi Ilmiah, meliputi : membuat publikasi ilmiah atas hasil penelitian, MEMBUAT PUBLIKASI BUKU. (3) Karya inovatif, meliputi: menemukan teknologi tepat guna, menemukan/menciptakan karya seni, dan membuat/ memodifikasi alat pelajaran, dan mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya.

Lebih lanjut dalam Permenpan RB itu disebutkan bahwa untuk kenaikan pangkat dari Golongan IV-c ke IV-d dibutuhkan nilai angka kredit dari publikasi ilmiah 14 angka kredit dan 4 dari buku yang ber ISBN. Demikian juga untuk naik pangkat dari IV-d ke IV-e dibutuhkan nilai kredit 20 dengan 4 diantaranya harus buku yang ber ISBN. Buku inipun hanya tiga macam yang memenuhi syarat yaitu buku materi ajar (Buku pelajaran), Buku Pedoman Guru dan Buku Pengayaan. (Adi Suprayitni. 2015: 14).

Regulasi yang sudah dikeluarkan Pemerintah sudah jelas bahwa, sebutan Guru Profesional dengan mendapat Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) wajib menulis buku, demikian juga untuk guru yang ingin naik pangkat dari IV-b keatas sampai dengan IV-e juga jelas diwajibkan menulis buku dengan tiga kriteria. Dua hal ini tidak bisa dijadikan alasan menolak bahwa menulis buku bagi guru adalah wajib.

Belum lagi tanggung jawab ilmiah guru. Sebagai guru kalau ketika mengajar di dalam kelas maka ilmunya akan bermanfaat hanya sebatas kepada murid-murid di dalam kelas itu, tapi kalau ilmu dituliskan dalam sebuah buku maka yang mendapat manfaat adalah semua orang yang membaca buku itu yang jumlahnya akan berkali lipat dari murid yang diajar dalam kelas. Sehingga sebagai guru akan lebih banyak manfaat keilmuannya jika ia menulis buku. Bukankah” sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya”( Hadits Nabi) ?

Menurut The Liang Gie seperti dikutip Jamal Makmur Asmani (2010: 184) ada enam nilai yang terdapat ketika seseorang menulis yaitu nilai pertama kecerdasan,seorang penulis dituntut menghubungkan buah fikiran dan merencanakan secara sistematis dan logis dari pemikirannya itu, kedua nilai kependidikan dengan menulis akan melatih ketrampilan dirinya, ketiga nilai kejiawaan yaitu dituntut ulet, sabar dan berwawasan luas, keempat nilai kemasyarakatan yaitu agar tulisan bisa dinikmati semakin banyak masyarakat, kelima, nilai keuangan yaitu dengan menulis akan menghasilkan finansial dan keenam nilai kefilsafatan yaitu menulis sebagai kegemaran para filsuf sejak dulu kala.

Hery Nogroho (2011: 20) mengatakan bahwa menulis merupakan kebutuhan bagi seorang Guru karena Tugas guru selalu berhubungan dengan membaca dan menulis bahkan lebih ekstrim dia mengatakan bahwa langka seorang guru yang baik tanpa kemampuan membaca dan menulis yang baik. Walaupun waktu itu mendikbud Muhamad Nuh mengatakan bahwa penulis adalah makluk langka, dan dari kelangkaan inilah yang bisa menunjukkan jati dirinya.

Novelis Pramudya Anantatur pernah mengatakan “Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Dengan demikian menulis adalah warisan tertinggi manusia yang bisa dinikmati generasi penerusnya yang abadi (Amal Jariyah).

Menurut Prof. Imam Suprayogo (dalam Taufiqi: 2019:iii) salah satu indicator seorang Guru dikatakan professional dalah dilihat dari kemampuan menulis terutama menulis sesua dengan bidang yang diajarkaannya. Lebih lanjut Imam suprayoga menyarankan untuk menulis sesuai dengan bidang keahlian dan yang berkaitan dengan tugas keseharian.

Ulama besar Imam Ghazali pernah berkata, “Kalau engkau bukan anak Raja dan Bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis, karena dengan menilis kita bisa mencerdaskan berjuta manusia tanpa batas. Bahkan dalam Al Quran disebutkan yang artinya,”Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Ia menciptakan manusia dari darah yang kental. “Bacalah demi Tuhanmu yang mulia, yang mengajari (manusia) dengan pena, mengajari manusia sesuatu yang tidak diketahui” (QS Al Alaq:1-5) Dalam ayat ini sangat jelas bagaimana Allah Swt menempatkan pena sebagai alat menulis sebagai komponen vital dalam mencerdasakan manusia (Sebagai tugas Guru).

Dengan paparan diatas tentunya tidak perlu diperdebatkan lagi tentang kewajiban menulis buku (terutama) tentunya selain menulis yang lain seperti Penelitian Tindakan Kelas/Sekolah, Artikel dan Jurnal adalah kewajiban seorang Guru bukan lagi sunah atau mubah. Guru adalah pengemban ilmu dan ilmu akan abadi dengan buku, maka ada pepatah dengan menulis aku ada, dengan menulis aku hidup, dengan menulis aku mengetahui, dengan menulis aku beribadah dan dengan menulis aku berbakti (21042020).

Semoga niyat baik Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam meningkatkan kompetensi guru akan mendapatkan respon positif dan berdampak bagi lingkungan pembelajaran maupun lingkungan dimana guru mengabdi. Amin. (*)

 

(*) Tulisan ini juga dimuat pada Pasundan Express dengan link berikut: https://www.pasundanekspres.co/opini/menulis-buku-ajar-bagi-guru-hukumnya-wajib-sunah-atau-mubah/