Oleh : Endang Palupi, S.Pd
(Guru MAN Jakarta)
Sampah adalah barang bekas yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga. Kebanyakan jadi masalah di beberapa daerah di Indonesia terutama daerah perkotaan yang memiliki luas lahan terbatas dan dengan kepadatan penduduk yang tinggi serta heterogen. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah lingkungan mulai dari polusi bau, penyakit sampai estetika. Sampah bisa dikelola dengan baik apabila manusia yang memproduksi sampah memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengelolanya. Di beberapa daerah memiliki kebijakan yang unik misalnya yang terjadi di desa Kesongo, kecamatan Tuntang,kabupaten semarang yang memiliki kearifan lokal, bisa merubah sampah menjadi bernilai ekonomi dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan rumah tangga dengan melakukan pengolahan yang sistematis sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan. Tetapi dalam tulisan ini , mengambil kasus di ibukota DKI Jakarta, pengelolaan sampah lebih pada perubahan perilaku manusianya.
Jumlah penduduk DKI Jakarta semakin bertambah . Pada bulan September 2020 sebanyak 10,56 juta jiwa (BPS, SP2020) sedangkan Jumlah sampah DKI Jakarta yang dikirim ke Bantar Gerbang meningkat per harinya, pada tahun 2019 sebanyak 7.702 ton sampah per harinya dan pada tahun 2020 sebanyak 7.424 ton sampah per harinya, mengalami penurunan karena pandemi (https://www.antaranews.com/berita/2053978/jumlah-sampah-jakarta-ke-bantar-gebang-meningkat-tiap-tahun). Akibatnya volume sampah menjadi berbukit seperti gunung lautan sampah.
Tumpukan sampah yang menjadi bukit dikarenakan banyaknya sampah yang bercampur antara sampah organik dan anorganik. Padahal tumpukan sampah yang berbukit menjadikan pemandangan yang kurang sedap oleh banyak orang, menimbulkan bau yang menyengat serta banyak lalat berkeliaran. Kondisi seperti ini banyak di temukan di lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS).
Upaya menangani tumpukan sampah yang berbukit, menurut penulis ada beberapa langkah yang dilakukan, diantaranya :
Pertama mengubah pola perilaku masyarakat dalam menangani sampah rumah tangganya masing-masing, yaitu dengan memilah sampah terlebih dahulu mana sampah organik dan mana sampah anorganik sebelum mereka memberikan ke petugas kebersihan di lingkungan sekitarnya. Sampah organik adalah sampah yang berupa sisa bahan makanan yang dikonsumsi seperti kulit sayuran dan buah-buahan, cangkang telur, tulang ikan dan ayam atau lainnya. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah kering seperti kardus, botol-botol plastik, kaleng, kaca, gelas bekas minuman dan lain sebagainya.
Kedua, petugas kebersihan juga difasilitasi gerobak atau kendaraan dengan wadah sampah terpisah sebagai wadah untuk sampah organik dan sampah anorganik dalam mengambil sampah rumah tangga dari rumah ke rumah.
Ketiga, di Tempat Pembuangan Sementara dan Akhir juga disediakan wadah pemisah sampah rumah tangga tersebut serta pengawasan yang ketat oleh petugas kebersihan bila ada masyarakat yang membuang sampah rumah tangganya langsung ke lokasi Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) maka wajib membuang sampahnya sesuai dengan jenis wadah sampahnya. Oleh karena itu di lokasi TPS atau TPAS diperlukan adanya beberapa petugas kebersihan untuk mengawasi masyarakat dalam membuang sampah rumah tangganya. Agar sampah di lokasi TPS tidak menumpuk dan bersih maka diperlukan juga tingginya frekuensi pembawaan sampah ke lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS).
Keempat, adanya peraturan dari Pemerintah Daerah Setempat yaitu kewajiban masyarakat untuk memilah sampah terlebih dahulu sebelum dibawa oleh petugas kebersihan. Bila ada masyarakat yang tidak memilah sampah rumah tangganya maka dikenakan konsekuensi berupa hukuman pidana atau lainnya sesuai kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Setempat.
Kelima, adanya pembuatan lubang-lubang biopori sebagai tempat pembuangan sampah organik di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS). Pembuatan biopori sebenarnya bermanfaat sekali dalam mengatasi sampah organik, Kita ketahui sampah organik merupakan sampah yang mudah terurai makanya dalam penanganan sampah tersebut tertuju pada pembuatan biopori sebagai tempat pembuangan sampah organik. Selain mengatasi pembuangan sampah organik, lubang-lubang biopori tersebut menjadikan Kawasan TPAS daerah bebas banjir, daerah resapan hujan , daerah hijau dan subur.
Keenam, khusus sampah anorganik yakni tersedianya wadah-wadah pemisah atau lokasi pemisah misalkan lokasi untuk sampah botol plastik, gelas plastik, sampah pecah belah dan sebagainya guna memudahkan para pemulung yang mengambil sampah tersebut.
Ketujuh, di lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) terdapat alat untuk penghancuran khusus untuk sampah anorganik agar sampah tidak membukit.
Akhirnya, lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) tidak ada yang membukit sampahnya serta bau yang tak sedap berubah hilang. Sehingga menjadikan tempat yang bersih dan nyaman. Intinya agar mengurangi sampah yang berbukit dimulai dari cara pengelolaan sampah rumah tangga oleh masyarakat itu sendiri yaitu dengan membiasakan memilah sampah sebelum diserahkan ke petugas kebersihan sampah, yakni sampah organik dan sampah anorganik. Selain itu, perlunya adanya pola perubahan perilaku dari masyarakat dalam mengurangi sampah, seperti selalu membawa tempat makanan dan botol minuman sendiri bila berpergian, beberlanja dengan menyiapkan kantong atau wadah sendiri yang selalu dibawa setiap hari. Penggunaan kembali wadah-wadah yang tidak terpakai menjadi barang yang berguna seperti wadah plastik minyak goreng menjadi pot tanaman. Botol-botol plastik sebagai wadah pot tanaman, bahan untuk membuat bunga plastik atau lainnya. Kaleng-kaleng bekas diubah menjadi serokan, pot tanaman, atau wadah lainnya.
Mari kita tanamkan dari diri kita sendiri untuk ubah pola perilaku kita agar selalu mencintai bumi kita tempat tinggal kita bebas dari sampah , bebas dari sampah yang berbukit, bebas dari lautan sampah dengan cara memilah dan mengurangi sampah . Siapa lagi kalau tidak dari kita dan untuk generasi kita mendatang agar Bumi terjaga ekosistemnya, terjaga kelestariannya. Tanamkan motto hidup kita “Bumiku Indah, Bumiku bersih, Sampah terolah dengan baik oleh kita“. (*)
*Artikel ini juga dimuat pada link: https://pasundan.jabarekspres.com/2021/05/04/penanggulangan-sampah-di-lokasi-tpa-dengan-merubah-perilaku-manusia/