Drs. H. Priyono, M.Si. (Ketua Ta’mir Masjid Al-Ikhlas Sumberejo, Klaten Selatan)
“Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya bathil, pernikahannya bathil, pernikahannya bathil …” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Dunia maya di Indonesia kembali heboh. Kali ini dipicu oleh hadirnya situs nihaksirri.com. Situs tersebut membantu mempertemukan seseorang dengan calon mempelai idamannya. Nikahsirri.com ini memiliki lima layanan utama yaitu mencari istri, mencari suami, mencari penghulu, mencari saksi, dan yang paling kontroversial adalah lelang perawan dan keperjakaan.
Dalam 4 hari sejak di-launching, pendaftar pada aplikasi nikahsirri.com mencapai 5.300 orang. Hebat bukan? Hal ini menunjukkan indikasi betapa masih besarnya antusias masyarakat untuk menikah di bawah tangan atau secara sirri. Padahal sejak terbitnya UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, kawin di bawah tangan seharusnya tidak lagi terjadi.
Nikah sirri adalah nikah yang disembunyikan atau dirahasiakan. Pernikahan sirri dilakukan dengan alasan antara lain: (1) disebut sirri karena pernikahan tersebut dilaksanakan tanpa persetujuan wali (ayah) dari pihak perempuan; (2) disebut sirri karena pernikahan tidak dicatatkan di dalam lembaga pencatatan resmi Negara (dalam hal ini KUA); dan (3) disebut sirri karena pernikahannya dirahasiakan dari publik disebabkan pertimbangan-pertimbangan tertentu misalnya karena menghindari stigma negatif dari masyarakat, karena pernikahan poligami atau alasan yang lainnya.
Menurut K.H. Ma’ruf Amin, ketua MUI, pernikahan sirri kalau semua rukun nikahnya terpenuhi itu sah-sah saja dan selama niatnya baik. Pernikahan di bawah tangan hukumnya sah kalau telah terpenuhi syarat dan rukun nikah. Rukun pernikahan dalam Islam adalah: ada pengantin laki-laki, pengantin perempuan, ada wali, ada dua orang saksi laki-laki, ada mahar, serta ijab dan kabul. Kalau kelima-limanya ada maka pernikahan itu sah. Tapi kalau ada satu saja yang kurang, maka pernikahan tersebut menjadi bathil.
Salah satu syarat nikah adalah adanya wali yang sah. Rosulullah SAW bersabda: “Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya bathil, pernikahannya bathil, pernikahannya bathil…” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Sedemikian penting keberadaan wali dari pihak perempuan ini, sampai-sampai Rosulullah mengulanginya 3 kali bahwa jika tanpa wali pernikahannya menjadi bathil. Namun yang sering terjadi dalam nikah sirri adalah tanpa kehadiran wali. Jika demikian maka pernikahan sirri yang tanpa kehadiran wali itu tentu menjadi tidak sah menurut syariat agama.
Meskipun nikah sirri dibolehkan, namun dalam jangka panjang hal itu sangat merugikan pihak perempuan dan anak-anaknya. Dan korban yang paling menderita justru bukanlah kaum perempuan, melainkan anak hasil dari pernikahan sirri tersebut. Persoalan biasanya mulai muncul ketika anak menginjak usia remaja dimana ia anak sedang mencari identitas dan jati diri. Mereka rentan menerima penghinaan dan penolakan sosial karena dicap sebagai anak haram. Kejelasan status dan pengakuan secara sosial dapat menjadi permasalahan yang berdampak pada psikologis anak secara serius.
Selain itu, karena legalitasnya tidak terdaftar dalam negara maka pihak suami dapat saja enggan memberikan nafkah dan hak waris pada istri dan anak tersebut. Padahal menurut hukum syariat, status dan hak anak dari hasil pernikahan sirri adalah sama dengan perkawinan sah menurut negara. Namun karena perkawinannya tidak tercatat oleh hukum negara maka sering disalahgunakan (oleh pria) untuk menzalimi kaum perempuan dan anaknya.
Maka nikah sirri itu menikahnya tidak salah, namun orang yang menjalaninya yang berpotensi salah. Dalam hal kasus situs nikahsirri.com, situs tersebut berpotensi mengarah ke perdagangan manusia sehingga mengandung mudharat yang besar. Apalagi situs tersebut juga banyak disalahgunakan terutama oleh kaum laki-laki yang hanya ingin melampiaskan hasrat seksual semata. Maka layanan lelang perawan/perjaka dan nikah sirri yang dibisniskan oleh situs nikahsirri.com itu jelas bertentangan dengan hukum syariah. Pernihakan merupakan intitusi yang sakral. Tidak boleh direndahkan dan dijadikan komoditas perdagangan seperti dilakukan oleh situs tersebut.
Tujuan pernihakan itu sangat luhur dan mulia, yaitu untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Pernikahan dilaksanakan tidak sekadar untuk memenuhi kebutuhan biologis yang hanya pemenuhan kebutuhan seks semata. Menikah akan mencapai tujuan-tujuannya yang mulia apabila dilakukan tidak hanya dengan baik, tapi juga harus benar. Maka sudah semestinya pernikahan dilakukan dengan benar, baik “benar” secara syariat agama maupun “benar” secara hukum negara.